Rabu, 19 November 2014

MANIFESTO UMA NULU NUDA

Kembali Ke Tenun Kembali Ke Kebun Kembalikan Kedaulatan Kaum Tani

Pulau Adonara yang disebut the murder Island oleh seorang Etnografer; Ernst Vatter, adalah Lewotana (kampung halaman) bagi orang Adonara sendiri yang kemudian juga disebut sebagai Ina Tanah Ekan (Ibu). Jagung Titi adalah makanan pokok penduduk di pulau ini sementara Kapas dan Tuak (minuman para dewa) merupakan dua material wajib dalam setiap ritual adat. Orang Adonara yang memiliki budaya Gemohing (gotong royong) dalam menyelesaikan pekerjaan ini akan selalu mengucapkan salam sapa - bertanya kabar jika bertemu di sepanjang jalan, kenal atau tidak. Keramahan dan budaya orang Adonara ini kiranya membatalkan thesis Ernst Vatter diatas dan menjadikan Adonara sebagai surga bagi kehidupan (manusia dan bumi) dan kematian (para arwah). Tidak ada kehidupan yang tidak dihargai di Adonara, bahkan kematian pun akan selalu di kenang dan dihormati di dalam adat Adonara.

Tenun, Tanah dan Tradisi adalah tiga hal yang tidak terpisahkan terkait dengan kewatek. Bicara tenun berarti bicara tanah tempat segala hal terkait kewatek di hasilkan  dan bicara tradisi (adat dan kepercayaan) yang melekat pada setiap material dan prosesnya.

Dahulu, menenun menggunakan berbagai materi yang dihasilkan dari tanah; benang yang dihasilkan dari bunga kapas dan pewarnanya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu dan nila. Beberapa material seperti alat perendam benang dan tempat menjemur benang dianggap sakral; tidak sembarang perempuan boleh mendekati alat dan tempat menjemur benang tersebut, terlebih; tidak satupun laki-laki boleh memasuki tempat tersebut. Beberapa proses yang beriringan dengan proses menenun juga di anggap sakral dan menjadi ruang dimana perempuan berdoa bagi kekuatan keluarga dan kampong nya. Tenunan yang dihasilkan pun tidak diperjual belikan dengan sembarangan, beberapa bahkan tidak dapat di gunakan oleh perempuan yang berasal dari garis keluarga matrilineal berbeda.

Sinha Sesa Jawa Gawa, yang secara harafiah dapat berarti serangan dari cina dan jawa, adalah sebuah ungkapan di masyarakat Adonara untuk menggambarkan bagaimana modernitas telah merubah masyarakat tradisional yang setiap proses dalam keseharian kehidupannya (baik itu pekerjaan maupun kreatifitas; berkebun atau menenun) terkait erat dengan adat dan kepercayaan lokal. Kiranya ungkapan ini lah yang menjadi alasan mengapa kini proses menenun beralih menggunakan benang pabrik yang dapat di beli dari toko atau dari pasar tradisional, selain karena menenun juga sudah menjadi salah satu penghidupan bagi sebagian besar perempuan kepala keluarga. Modernitas telah membuat Kewatek hanya dihargai sebagai sebuah komoditas.

Atas nama efisiensi dan efektifitas, proses pembuatan kewatek tidak lagi mendekatkan orang Adonara terutama perempuan pada tanah dan tradisi. Proses pembuatan tenun yang kini hanya mengandalkan benang dari toko karena lebih efektif dan effisien telah mempengaruhi praktik-praktik adat, dan kepercayaan lokal masyarakat. Lebih jauh, penenun tidak lagi berelasi dengan kebun, tempat mereka biasa menanam bahan-bahan alami untuk menenun.

Orang Adonara terutama bertanggung jawab menjaga Kewatek dan segala adat beserta kepercayaan yang berkaitan erat dengan Kewatek untuk diteruskan pada generasi berikutnya. Dosa kitalah, kalau generasi berikutnya tidak mengetahui dan melihat “Kewatek Kiwan” atau “Tenopon Telhon”.

Bukan hanya kaum perempuan, kaum laki-laki pun bertanggung jawab menyediakan sedikit lahan di kebun untuk ditanami kapas, pewarna alami dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk kewatek dari Ina Tanah Ekan. Kerjasama lintas gender dan aktor lain baik itu dari tokoh masyarakat, pelajar, institusi agama, pemerintahan dan institusi atau aktor lainnya di perlukan untuk menjaga agar kewatek tidak hanya menjadi objek komoditas tetapi juga bagian dari identitas dan entitas budaya serta adat orang Adonara.

Kewatek bukan hanya penutup tubuh tetapi juga identitas orang Adonara, penutur sejarah, penutur budaya dan bahkan menjadi salah satu material pokok dalam upacara adat , salah satunya: “Bua Lango” ,yang harus dijalankan oleh setiap laki-laki berumah tangga di Adonara.

Kembali Ke Tenun Kembali Ke Kebun Kembalikan Kedaulatan Kaum Tani kirannya menjadi jawaban atas ketergerusan budaya terkait kapek kiwan. Mengingat relasi yang erat antara Kewatek, Adat dan Kebun inilah, maka membangun jalan kembali pada tradisi asli untuk kembali ke Tenun-Kewatek- juga berarti kembali ke kebun dimana berbagai materi untuk pembuatan Kewatek dan adat terkait kewatek disediakan, ini juga berarti kaum tani, mesti memiliki kedaulatan atas tanah dan pekerjaannya. Kedaulatan dalam menentukan apa yang ditanam , bukan sekedar memenuhi libido pasar dari tahun ke tahun.

Pengembangan tenun tanpa memperhatikan perubahan ini hanya akan membuat masyarakat; kehilangan adat dan kepercayaan yang terkait tenun, tercampakkan dari sumber penghidupan mereka;kebun dan pada akhirnya hanya akan merusak lingkungan. Karena itulah kembali ke tradisi menenun Kewatek yang sejati juga berarti kembali ke kebun dan mengembalikan kedaulatan petani atas pengelolaan tanahnya.

Kembali Ke Tenun, Kembali Ke Kebun, Kembalikan Kedaulatan Petani
Uma Nulu Nuda

18 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar