Modernitas telah membuat Kewatek hanya dihargai sebagai sebuah
komoditas. Atas nama efisiensi dan efektifitas, proses pembuatan kewatek
tidak lagi mendekatkan orang Adonara terutama perempuan pada adat,
kepercayaan dan alam.
Sebagai orang yang hidup pada masa
sekarang, generasi ini bertanggung jawab menjaga Kewatek dan segala adat
beserta kepercayaan yang berkaitan erat dengan Kewatek untuk diteruskan
pada generasi berikutnya. Dosa kitalah, kalau generasi berikutnya tidak
mengetahui dan melihat “Kewatek Kiwan” atau “Tenopon Telhon”.
Bukan hanya kaum perempuan, kaum laki-laki pun bertanggung jawab
menyediakan sedikit lahan di kebun untuk ditanami kapas, pewarna alami
dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk kewatek dari Ina Tanah Ekan.
Kerjasama lintas gender dan aktor-aktor lain baik itu dari tokoh
masyarakat, mahasiswa, institusi agama dan pemerintahan di perlukan
untuk menjaga agar kewatek tidak hanya menjadi objek komoditas tetapi juga bagian dari identitas dan entitas budaya serta adat orang Adonara.
Kewatek bukan hanya penutup tubuh, tetapi penutur sejarah, penutur budaya dan bahkan menjadi salah satu material pokok dalam upacara adat , salah satunya: “Bua
Lango” ,yang harus dijalankan oleh setiap laki-laki berumah tangga di
Adonara.
Mengingat relasi yang erat antara Kewatek, Adat dan
Kebun inilah, maka membangun jalan kembali pada tradisi asli untuk
kembali ke Tenun-Kewatek- juga berarti kembali ke kebun dimana berbagai
materi untuk pembuatan Kewatek dan adat terkait kewatek disediakan, ini
juga berarti kaum tani, mesti memiliki kedaulatan atas tanah dan
pekerjaannya. Kedaulatan dalam menentukan apa yang ditanam , bukan sekedar memenuhi libido pasar dari tahun ke tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar