Kembali Ke Tenun Kembali Ke Kebun Kembalikan Kedaulatan Kaum Tani
Pulau Adonara yang disebut the murder Island
oleh seorang Etnografer; Ernst Vatter, adalah Lewotana (kampung
halaman) bagi orang Adonara sendiri yang kemudian juga disebut sebagai
Ina Tanah Ekan (Ibu). Jagung Titi adalah makanan pokok penduduk di pulau
ini sementara Kapas dan Tuak (minuman para dewa) merupakan dua material
wajib dalam setiap ritual adat. Orang Adonara yang memiliki budaya
Gemohing (gotong royong) dalam menyelesaikan pekerjaan ini akan selalu
mengucapkan salam sapa - bertanya kabar jika bertemu di sepanjang jalan,
kenal atau tidak. Keramahan dan budaya orang Adonara ini kiranya
membatalkan thesis Ernst Vatter diatas dan menjadikan Adonara sebagai
surga bagi kehidupan (manusia dan bumi) dan kematian (para arwah). Tidak
ada kehidupan yang tidak dihargai di Adonara, bahkan kematian pun akan
selalu di kenang dan dihormati di dalam adat Adonara.
Tenun, Tanah dan Tradisi
adalah tiga hal yang tidak terpisahkan terkait dengan kewatek. Bicara
tenun berarti bicara tanah tempat segala hal terkait kewatek di hasilkan
dan bicara tradisi (adat dan kepercayaan) yang melekat pada setiap
material dan prosesnya.
Dahulu, menenun menggunakan
berbagai materi yang dihasilkan dari tanah; benang yang dihasilkan dari
bunga kapas dan pewarnanya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti
mengkudu dan nila. Beberapa material seperti alat perendam benang dan
tempat menjemur benang dianggap sakral; tidak sembarang perempuan boleh
mendekati alat dan tempat menjemur benang tersebut, terlebih; tidak
satupun laki-laki boleh memasuki tempat tersebut. Beberapa proses yang
beriringan dengan proses menenun juga di anggap sakral dan menjadi ruang
dimana perempuan berdoa bagi kekuatan keluarga dan kampong nya. Tenunan
yang dihasilkan pun tidak diperjual belikan dengan sembarangan,
beberapa bahkan tidak dapat di gunakan oleh perempuan yang berasal dari
garis keluarga matrilineal berbeda.
Sinha Sesa Jawa Gawa,
yang secara harafiah dapat berarti serangan dari cina dan jawa, adalah
sebuah ungkapan di masyarakat Adonara untuk menggambarkan bagaimana
modernitas telah merubah masyarakat tradisional yang setiap proses dalam
keseharian kehidupannya (baik itu pekerjaan maupun kreatifitas;
berkebun atau menenun) terkait erat dengan adat dan kepercayaan lokal.
Kiranya ungkapan ini lah yang menjadi alasan mengapa kini proses menenun
beralih menggunakan benang pabrik yang dapat di beli dari toko atau
dari pasar tradisional, selain karena menenun juga sudah menjadi salah
satu penghidupan bagi sebagian besar perempuan kepala keluarga.
Modernitas telah membuat Kewatek hanya dihargai sebagai sebuah
komoditas.
Atas nama efisiensi dan efektifitas, proses
pembuatan kewatek tidak lagi mendekatkan orang Adonara terutama
perempuan pada tanah dan tradisi. Proses pembuatan tenun yang kini hanya
mengandalkan benang dari toko karena lebih efektif dan effisien telah
mempengaruhi praktik-praktik adat, dan kepercayaan lokal masyarakat.
Lebih jauh, penenun tidak lagi berelasi dengan kebun, tempat mereka
biasa menanam bahan-bahan alami untuk menenun.
Orang Adonara
terutama bertanggung jawab menjaga Kewatek dan segala adat beserta
kepercayaan yang berkaitan erat dengan Kewatek untuk diteruskan pada
generasi berikutnya. Dosa kitalah, kalau generasi berikutnya tidak
mengetahui dan melihat “Kewatek Kiwan” atau “Tenopon Telhon”.
Bukan
hanya kaum perempuan, kaum laki-laki pun bertanggung jawab menyediakan
sedikit lahan di kebun untuk ditanami kapas, pewarna alami dan
bahan-bahan lain yang diperlukan untuk kewatek dari Ina Tanah Ekan.
Kerjasama lintas gender dan aktor lain baik itu dari tokoh masyarakat,
pelajar, institusi agama, pemerintahan dan institusi atau aktor lainnya
di perlukan untuk menjaga agar kewatek tidak hanya menjadi objek
komoditas tetapi juga bagian dari identitas dan entitas budaya serta
adat orang Adonara.
Kewatek bukan hanya penutup tubuh
tetapi juga identitas orang Adonara, penutur sejarah, penutur budaya dan
bahkan menjadi salah satu material pokok dalam upacara adat , salah
satunya: “Bua Lango” ,yang harus dijalankan oleh setiap laki-laki
berumah tangga di Adonara.
Kembali Ke Tenun Kembali Ke Kebun Kembalikan Kedaulatan Kaum Tani
kirannya menjadi jawaban atas ketergerusan budaya terkait kapek kiwan.
Mengingat relasi yang erat antara Kewatek, Adat dan Kebun inilah, maka
membangun jalan kembali pada tradisi asli untuk kembali ke
Tenun-Kewatek- juga berarti kembali ke kebun dimana berbagai materi
untuk pembuatan Kewatek dan adat terkait kewatek disediakan, ini juga
berarti kaum tani, mesti memiliki kedaulatan atas tanah dan
pekerjaannya. Kedaulatan dalam menentukan apa yang ditanam , bukan
sekedar memenuhi libido pasar dari tahun ke tahun.
Pengembangan
tenun tanpa memperhatikan perubahan ini hanya akan membuat masyarakat;
kehilangan adat dan kepercayaan yang terkait tenun, tercampakkan dari
sumber penghidupan mereka;kebun dan pada akhirnya hanya akan merusak
lingkungan. Karena itulah kembali ke tradisi menenun Kewatek yang sejati
juga berarti kembali ke kebun dan mengembalikan kedaulatan petani atas
pengelolaan tanahnya.
Kembali Ke Tenun, Kembali Ke Kebun, Kembalikan Kedaulatan Petani
Uma Nulu Nuda
18 September 2014
Rabu, 19 November 2014
Sabtu, 23 Agustus 2014
Kembali Ke Tenun Kembali Ke Kebun Kembalikan Kedaulatan Kaum Tani
Modernitas telah membuat Kewatek hanya dihargai sebagai sebuah
komoditas. Atas nama efisiensi dan efektifitas, proses pembuatan kewatek
tidak lagi mendekatkan orang Adonara terutama perempuan pada adat,
kepercayaan dan alam.
Sebagai orang yang hidup pada masa
sekarang, generasi ini bertanggung jawab menjaga Kewatek dan segala adat
beserta kepercayaan yang berkaitan erat dengan Kewatek untuk diteruskan
pada generasi berikutnya. Dosa kitalah, kalau generasi berikutnya tidak
mengetahui dan melihat “Kewatek Kiwan” atau “Tenopon Telhon”.
Bukan hanya kaum perempuan, kaum laki-laki pun bertanggung jawab
menyediakan sedikit lahan di kebun untuk ditanami kapas, pewarna alami
dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk kewatek dari Ina Tanah Ekan.
Kerjasama lintas gender dan aktor-aktor lain baik itu dari tokoh
masyarakat, mahasiswa, institusi agama dan pemerintahan di perlukan
untuk menjaga agar kewatek tidak hanya menjadi objek komoditas tetapi juga bagian dari identitas dan entitas budaya serta adat orang Adonara.
Kewatek bukan hanya penutup tubuh, tetapi penutur sejarah, penutur budaya dan bahkan menjadi salah satu material pokok dalam upacara adat , salah satunya: “Bua
Lango” ,yang harus dijalankan oleh setiap laki-laki berumah tangga di
Adonara.
Mengingat relasi yang erat antara Kewatek, Adat dan
Kebun inilah, maka membangun jalan kembali pada tradisi asli untuk
kembali ke Tenun-Kewatek- juga berarti kembali ke kebun dimana berbagai
materi untuk pembuatan Kewatek dan adat terkait kewatek disediakan, ini
juga berarti kaum tani, mesti memiliki kedaulatan atas tanah dan
pekerjaannya. Kedaulatan dalam menentukan apa yang ditanam , bukan sekedar memenuhi libido pasar dari tahun ke tahun.
Tenopon Telhon
Tema-tema tenun yang kami ambil adalah tenun yang akhir-akhir ini sudah mulai jarang di produksi, salah satunya adalah Tenopon Telhon:
Tenopon Telhon adalah Kewatek utama dalam upacara pernikahan dan kematian adat Adonara.
Baju Kaos dengan tema TENOPON TELHON ini kini tersedia dalam WARNA PUTIH dengan BERBAGAI UKURAN sesuai pesanan,,,, harga Rp.100.000,- di luar ongkos kirim
Kalimat pertama di Bagian Belakang kaos ini adalah pertanyaan dari seorang responden tentang dari mana asal Tenopon Telhon sebenarnya (yang kami biarkan begitu saja sebagai pertanyaan titipan buat kita semua untuk ditelusuri bersama)
Kalimat kedua merupakan peneguhan dari seorang responden lain bahwa Tenopon Telhon adalah kewatek yang digunakan sebagai "Bala Rarane" (jalan untuk belis) yaitu kewatek yang di berikan pada saat serah terima belis.
Tenopon Telhon adalah Kewatek utama dalam upacara pernikahan dan kematian adat Adonara.
Baju Kaos dengan tema TENOPON TELHON ini kini tersedia dalam WARNA PUTIH dengan BERBAGAI UKURAN sesuai pesanan,,,, harga Rp.100.000,- di luar ongkos kirim
![]() |
Depan |
![]() | ||||||
Belakang |
Kalimat pertama di Bagian Belakang kaos ini adalah pertanyaan dari seorang responden tentang dari mana asal Tenopon Telhon sebenarnya (yang kami biarkan begitu saja sebagai pertanyaan titipan buat kita semua untuk ditelusuri bersama)
Kalimat kedua merupakan peneguhan dari seorang responden lain bahwa Tenopon Telhon adalah kewatek yang digunakan sebagai "Bala Rarane" (jalan untuk belis) yaitu kewatek yang di berikan pada saat serah terima belis.
Perayaan Pangan Desa, Kediri 19-20 Agustus 2014
Pameran perdana Uma Nulu Nuda; berbekal nekad, 13 kain tenun, 16 baju kaos tematik, brosur, album tenun, sticker, satu kantong plastik besar jagung titi dan ikhlas!!!
Target kali ini sederhana; memperkenalkan Adonara, Kewatek dan Jagung Titi
Dengan semangat Belajar dan Berjuang...seperti biasa
Merdeka!!!!
We
have received the seeds from nature and ancestors; it is our duty to
conserve it and to pass it to our generation. It is our duty so share
seeds, exchange seeds, produce seeds.
Colonialism in the past with spices
Today with the seeds
Controlling seeds mean controlling food
Controlling food mean controlling society
When arms control armies
Food control everyone
The highest freedom comes from our seeds
If farmers have to buy seeds every year, they will come suicide like in India
In the end, we will buy Junk Food
Save your seeds, grow your diversity because that’s what make you grow
Diversity is the answer for hunger and mal nutrition
Seeds freedom is about bringing dignity and justice
For real food, we need three things: real soil, real seeds, real farmers
Vandana Shiva, 20 Agustus 2014
Colonialism in the past with spices
Today with the seeds
Controlling seeds mean controlling food
Controlling food mean controlling society
When arms control armies
Food control everyone
The highest freedom comes from our seeds
If farmers have to buy seeds every year, they will come suicide like in India
In the end, we will buy Junk Food
Save your seeds, grow your diversity because that’s what make you grow
Diversity is the answer for hunger and mal nutrition
Seeds freedom is about bringing dignity and justice
For real food, we need three things: real soil, real seeds, real farmers
Vandana Shiva, 20 Agustus 2014
Langganan:
Postingan (Atom)